Momen Sumpah Pemuda Saatnya Untuk Bangkit

Momentum 80 tahun Sumpah Pemuda belum tentu kita semua tahu dimana letak Museum Sumpah Pemuda, khan? Tepatnya sih di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat. Tapi bukan itu yang jadi persoalan. Rasanya miris dan sedih saja saat sehari menjelang hari Sumpah Pemuda tampak orang sedang membersihkan patung para pahlawan di Museum Sumpah Pemuda. Ada atraksi kesenian, pesta kuliner dan bersepeda keliling Jakarta untuk merayakan Hari Sumpah Pemuda, yang sepertinya tak bermakna apa-apa. Sekalipun bikin rekor MURI. Sebab sejatinya pemaknaan hari Sumpah Pemuda adalah bagaimana kaum muda mampu menyerap esensi Sumpah Pemuda itu sendiri, yakni dengan berbuat atau berkarya.
Yah sah-sah saja pemecahan rekor MURI karena acaranya dipandang unik dengan melibatkan generasi muda dalam pagelaran seni atau musik itu. Namun yang perlu digarisbawahi adalah sejauh mana kita sudah mampu memaknai Sumpah Pemuda : Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Rasa-rasanya jika melihat tayangan di media elektronik justru yang tersaji nyaris setiap hari malah sebaliknya.
Hampir saban hari kita melihat adanya bentrokan. Entah antar suku, antar mahasiswa. Bahkan dalam pemilihan kepala daerah di berbagai pelosok negeri, hal serupa juga terjadi.
Lantas makna Sumpah Pemuda yang mana yang sudah dipahami anak bangsa. Sebab hampir saban hari juga kita mendengar ataupun membaca kalimat yang campur aduk bahkan banyak yang diselingi bahasa asing. Alasannya, bahasa Indonesia miskin dengan idiom. Hmh, soal ini memang saya bukanlah ahlinya. Hanya saja jika mengenang Sumpah Pemuda yang kini sudah berusia 80 tahun, saya jadi teringat pada naskah buku STA Polemik Kebudayaan.
Buku karya Sutan Takdir Alisyahbana ini hendak dicetak ulang dengan ejaan bahasa Indonesia yang kiranya mudah dipahami generasi sekarang. Karena itu saya diminta untuk menyusunnya. Beberapa kutipan dalam bahasa Belanda bahkan dimintakan Bapak Rosihan Anwar untuk menerjemahkannya.
Kesadaran berbangsa Indonesia dengan bahasa Indonesia inilah yang menjadi dasar dan mencoba untuk diperkenalkan oleh STA. Pak Takdir menyadari betul bahwa Sumpah Pemuda adalah lahirnya Indonesia secara spiritual. Bahasa dan budaya Indonesia yang telah berkembang selama lebih dari 60 tahun, sampai saat ini masih jadi lem perekat, sehingga Indonesia tetap bertahan dan tidak pecah. "STA telah membantu meneruskan dialog tersebut dengan Polemik Kebudayaan dan Takdir telah pula memegang peran yang penting dalam meletakkan dasar-dasar bahasa dan kebudayaan Indonesia tersebut," kata Tamalia Alisyahbana dari YayasanAlisyahbana, yang diungkapkan dalam Diskusi Sastra 100 tahun STA pada Maret silam di Taman Ismail Marzuki.

Komentar

Posting populer

Tas Belanja dari Tali Rafia

Biaya Ibu Hamil Kira2 Berapa Ya?

MENGENAL PENYAKIT HERPES

Tas Belanja Tali Rafia bag I

7 Tips Untuk Mengurangi Kram Perut saat Haid